Hukum Sedekah Uang Riba /Bunga Bank Untuk Masjid?
Dengan mengambil pendapat ulama yang membolehkan mengambil riba di bank, pertanyaan selanjutnya, bolehkan menyalurkan riba tersebut untuk kegiatan sosial keagamaan, seperti membangun masjid, pesantren atau kegiatan dakwah lainnya?
Baca Juga : Cara menghitung zakat mal yang praktis
Pendapat pertama, tidak boleh menggunakan uang riba untuk kegiatan keagamaan. Uang riba hanya boleh disalurkan untuk fasilitas umum atau diberikan kepada fakir miskin. Pedapat ini dipilih oleh Lajnah Daimah (Komite tetap untuk fatwa dan penelitian) Arab Saudi. Sebagaimana dinyatakan dalam fatwa no. 16576.
Pendapat ini juga difatwakan Penasihat Syariah Baitut Tamwil (Lembaga Keuangan) Kuwait. Dalam fatwanya no. 42. Mereka beralasan mendirikan masjid harus bersumber dari harta yang suci. Sementara harta riba statusnya haram.
Pendapat kedua, boleh menggunakan bunga bank untuk membangun masjid. Karena bunga bank bisa dimanfaatkan oleh semua masyarakat. Jika boleh digunakan untuk kepentingan umum, tentu saja untuk kepentingan keagamaan tidak jadi masalah. Di antara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Abdullah bin Jibrin. Sebagaimana dikutip dalam Fatawa Islamiyah, 2:885
Perlu diperhatikan bahwa bunga bank yang ada di rekening nasabah, sama sekali bukan hartanya. Karena itu, dia tidak boleh menggunakan uang tersebut, yang manfaatnya kembali kepada dirinya, apapun bentuknya. Bahkan walaupun berupa pujian. Oleh sebab itu, ketika Anda hendak menyalurkan harta riba, pastikan bahwa Anda tidak akan mendapatkan pujian dari tindakan itu. Mungkin bisa Anda serahkan secara diam-diam, atau Anda jelaskan bahwa itu bukan uang Anda, atau itu uang riba, sehingga penerima yakin bahwa itu bukan amal baik Anda.
Dapat disimpulkan bahwa bunga bank itu riba dan hukumnya haram, sehingga itu bukan hak kita dan tidak boleh kita konsumsi. Adapun jika diambil untuk disedekahkan boleh. Hanya saja harta riba itu akan dimanfaatkan untuk fasilitas umum yang bisa digunakan oleh banyak orang. Hukum sedekah uang riba juga pernah dibahas juga oleh ustad Abdul shomad:
“Riba itu haram, kotor sehingga seseorang tidak bisa mencuci pakaian najis menggunakan air kencing yang najis agar pakaian tersebut menjadi suci. Yang dapat digunakan untuk mensucikan pakaian najis hanyalah air yang dapat mensucikan.”
Uang haram dipakai untuk ibadah haji, maka hajinya tidak diterima oleh Allah SWT dan tidak akan pernah menjadi haji yang mabrur.
“Islam mengajarkan bersih awalnya, bersih tengahnya, bersih ujungnya,” jelas Ustadz Abdul Somad.
Dengan demikian tidak ada lagi alasan seseorang sengaja menghasilkan uang haram untuk niat sedekah di jalan Allah, karena Allah tidak akan menerimanya.
Baca Juga: Cara menghitung zakat penghasilan
https://konsultasisyariah.com/ dan rumaysho.com
Dalam konteks Islam, sedekah adalah tindakan mulia yang sangat dianjurkan dan memiliki banyak keutamaan. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana hukum sedekah jika dilakukan dengan uang yang diperoleh secara haram? Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai hukum sedekah dengan uang haram, dengan merujuk pada dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadis serta pandangan para ulama.
Pandangan Para Ulama
Para ulama sepakat bahwa sedekah dengan uang haram tidak diterima oleh Allah. Ini berdasarkan pada prinsip bahwa amal perbuatan harus dilakukan dengan cara yang baik dan dengan sumber yang halal. Berikut adalah beberapa pandangan dari ulama terkait hal ini:
Hukum Sedekah dengan Uang Haram
Salah satu prinsip penting dalam Islam adalah bahwa amal perbuatan harus dilakukan dengan cara yang baik dan dengan sumber yang halal. Dalam konteks sedekah, menggunakan uang haram tidak sesuai dengan prinsip ini.
Dalil dari Al-Qur’an dan Hadis:
سُئِلَ: هَلْ الْمَأْخُوذُ بِالْبَيْعِ الْفَاسِدِ مَعَ رِضَا الْمُتَبَايِعَيْنِ حَلَالٌ أَمْ لَا؟ فَأَجَابَ: بِأَنَّهُ لَا يَحِلُّ لِلْآخِذِ لَهُ التَّصَرُّفُ فِيهِ لِأَنَّهُ يَجِبُ عَلَى كُلٍّ مِنْهُمَا رَدُّ مَا أَخَذَهُ عَلَى مَالِكِهِ
Artinya, “(Imam Ar-Ramli) ditanya: "Apakah barang yang didapatkan dari transaksi yang rusak dengan kerelaan dari kedua pihak dihukumi halal atau tidak?" Lalu ia menjawab: "Sesungguhnya tidak halal bagi orang yang mendapatkannya untuk menggunakannya, karena wajib bagi keduanya mengembalikan apa yang telah ia dapatkan kepada pemiliknya".” (Ar-Ramli, Fatawar Ramli, [Maktabah al-Islamiyah: tt], juz II, halaman 470).
Dari penjelasan dapat disimpulkan bahwa membayar utang menggunakan uang hasil judi online, sebagaimana marak terjadi saat ini, hukum tidak diperbolehkan. Karena status uang bukan menjadi hak miliknya yang halal, sehingga ia tidak berhak menggunakannya untuk apapun.
Hukum Mengambil Bunga Bank
Ulama sepakat bahwa bunga bank sejatinya adalah riba. Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang hukum mengambil bunga tabungan di bank, untuk kemudian disalurkan ke berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.
Pendapat pertama, bunga bank wajib ditinggal dan sama sekali tidak boleh diambil. Di antara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin. Sebagaimana keterangan dalam banyak risalah beliau.
Suatu ketika Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Liqo’ Al Bab Al Maftuh, 109/9. Ada yang menanyakan pada beliau rahimahullah:
“Bagaimana pendapatmu mengenai penghasilan seseorang dari amal ribawi baik melalui bank ribawi atau dari beberapa serikat? Lalu bagaimana cara membebaskan diri dari riba semacam ini? Apakah boleh hasil riba tersebut diberikan pada berbagai amalan kebaikan seperti pembangunan masjid dan semacamnya atau untuk melunasi utang pada sebagian kaum muslimin, memberikan pada kerabat yang membutuhkan atau mungkin harta riba semacam ini dibiarkan begitu saja, tidak diambil sedikit pun? Jazakumullah khoiron.
Beliau rahimahullah menjawab: Adapun jika harta riba tersebut belum diambil, maka harta tersebut tidak halal untuk diambil dan harta riba tadi harus dibiarkan begitu saja. Karena Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut).” (QS. Al Baqarah: 278).
Maksudnya adalah tinggalkan sisa riba tersebut. … Siapa saja yang telah melakukan amalan ribawi, lalu dia tidak mengambil riba tersebut, maka dia wajib meninggalkan riba tersebut kemudian bertaubat pada Allah ‘azza wa jalla. Adapun jika seseorang telah mengambil riba tersebut karena tidak tahu bahwa itu riba dan tidak tahu bahwa riba itu haram, maka taubat akan menutupi kesalahan sebelumnya dan riba tersebut (sebelum datang larangan) telah menjadi miliknya. Hal ini berdasarkan firman Allah,
فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ
“Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan).” (QS. Al Baqarah: 275)
Adapun jika seseorang telah mengambil riba tersebut dan dia mengetahui bahwa riba tersebut haram, namun dia adalah orang yang lemah dalam hutang, sedikit ilmu, maka dia boleh bersedekah dengan riba tersebut. Bisa saja dia manfaatkan untuk membangun masjid, juga jika dia orang yang tidak mampu lunasi hutangnya, boleh untuk melunasi hutangnya, jika mau, boleh juga diserahkan pada kerabatnya yang membutuhkan. Ini semua adalah baik.
Pendapat kedua, dibolehkan mengambil bunga bank, untuk disalurkan ke kegiatan sosial kemasyarakatan. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Ibnu Jibrin, ketika ditanya tentang hukum menyalurkan bunga bank untuk para mujahid. Setelah menjelaskan larangan menabung di bank kecuali darurat, beliau menegaskan,
“….dia boleh mengambil keuntungan yang diberikan oleh bank, semacam bunga, namun jangan dimasukkan dan disimpan sebagai hartanya. Akan tetapi dia salurkan untuk kegiatan sosial, seperti diberikan kepada fakir miskin, mujahid, dan semacamnya. Tindakan ini lebih baik dari pada meninggalkannya di bank, yang nantinya akan dimanfaatkan untuk membangun gereja, menyokong misi kekafiran, dan menghalangi dakwah Islam…” (Fatawa Islamiyah, 2:884)
Bahkan Syaikh Muhammad Ali Farkus dalam keterangannya menjelaskan, “Bunga yang diberikan bank, statusnya haram. Boleh disalurkan untuk kemaslahatan umum kaum muslimin dengan niat sedekah atas nama orang yang dizalimi (baca: nasabah). Demikian juga boleh disalurkan untuk semua kegiatan yang bermanfaat bagi kaum muslimin, termasuk diberikan kepada fakir miskin.
Karena semua harta haram, jika tidak diketahui siapa pemiliknya atau keluarga pemiliknya maka hukum harta ini menjadi milik umum, dimana setiap orang berhak mendapatkannya, sehingga digunakan untuk kepentingan umum. Allahu a’lam.
Solusi dan Alternatif
Jika Anda memiliki uang yang diperoleh secara haram, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
Sedekah adalah amalan mulia yang dianjurkan dalam Islam, namun untuk mendapatkan pahala dan keberkahan, sedekah harus dilakukan dengan harta yang halal. Harta yang diperoleh secara haram tidak layak digunakan untuk sedekah, karena amal tersebut tidak akan diterima oleh Allah. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memastikan bahwa setiap amal perbuatan dilakukan dengan cara yang benar dan dengan sumber yang halal.
Dengan memahami hukum sedekah dengan uang haram, kita dapat lebih berhati-hati dalam mengelola dan menggunakan harta kita agar sesuai dengan ajaran Islam dan memperoleh ridha dari Allah.
#SahabatHebatLaju saudara mari sucikan harta mu dengan sedekah dengan cara KLIK DISINI
Atau dengan klik gambar di bawah ini:
BANGKAPOS.COM - Hukum Memberikan Nafkah untuk Keluarga dari Uang Judi Slot, Begini Pandangan Menurut Agama Islam.
Judi slot saat ini mungkin tak asing lagi terdengar khusunya bagi masyarakat Indonesia.
Sebab, menurut data tak sedikit masyarakat khususnya yang ekonominya menangah ke bawah memainkan judi slot.
Lantas bagaimana hukumnya hasil judi slot diberikan kepada keluarga, khusunya kepada anak dan istri?
Di dunia maya banyak aplikasi judi slot yang membuat sebagian orang tergiur dengan keuntungan berlipat dari praktik perjudian online ini.
Lalu jika dalam praktiknya mendapatkan hasil atau keuntungan, bagaimana hukumnya jika uang hasil dari judi slot itu digunakan untuk menafkahi keluarga?
Dikutip dari Kemenang.go.id, dalam Islam, judi adalah salah satu perbuatan yang dilarang dan haram hukumnya.
Penjelasan terkait larangan berjudi berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah [50] ayat 90:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”
Abu Al Muzhaffar As-Sam'ani, dalam Tafsir as-Sam'ani, [Riyadh, Darul Wathan, 1997], jilid I, halaman 61 mengatakan ayat ini turun menceritakan tentang permainan judi yang dilakukan oleh orang-orang Arab pada masa lalu.
Permainan judi tersebut dilakukan dengan menggunakan kambing [hewan ternak]. Orang-orang akan membeli kambing dan menyembelihnya. Selanjutnya, daging kambing tersebut akan dibagi menjadi 28 bagian.
Kemudian, bagian-bagian daging kambing yang berjumlah 28 tersebut akan dipertaruhkan. Orang-orang akan bertaruh pada bagian daging kambing mana yang mereka inginkan.
Bagian daging kambing yang menang akan menjadi milik orang yang bertaruh pada bagian tersebut.
Dalam Islam, hukum judi jelas haram. Diibaratkan bahwa jika bersedekah dengan uang judi seperti mencuci kain dengan air kencing, bukannya bersih malah tambah kotor. Foto ilustrasi/ist
menggunakan uang judi? Dalam Islam, hukum judi jelas haram. Diibaratkan bahwa jika bersedekah dengan uang judi seperti mencuci kain dengan air kencing, bukannya bersih malah tambah kotor.
sendiri adalah amalan yang sangat mulia, bahkan sangat berpahala. Untuk mengamalkanya, harus dilakukan dengan cara yang baik dan mulia pula. Apalagi ini tentang harta, Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلَا تَاۡكُلُوۡٓا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ وَتُدۡلُوۡا بِهَآ اِلَى الۡحُـکَّامِ لِتَاۡکُلُوۡا فَرِيۡقًا مِّنۡ اَمۡوَالِ النَّاسِ بِالۡاِثۡمِ وَاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah:188)
Para ahli tafsir mengatakan bahwa kata memakan yang ada pada ayat di atas merupakan penggambaran fenomena umum. Artinya, motivasi sebagian besar orang dalam memiliki harta adalah untuk memenuhi kebutuhan dirinya terhadap makanan. Jadi, penggunakan kata memakan pada ayat di atas bukan bertujuan membatasi keharaman pada memakan saja.
yang diperoleh dengan cara tidak benar mencakup seluruh jenis pemanfaatan. Seseorang yang memperoleh harta dengan cara yang tidak benar, baik itu judi, korupsi, mencuri dan sejenisnya, haram hukumnya memanfaatkan harta tersebut.
Seperti diungkap Ustadz Abdurrochim yang dilansir
, para ulama membagi sesuatu yang diharamkan dalam dua kategori: pertama, haram secara dzatnya. misalnya, daging babi, daging anjing, bangkai, darah dan sejenisnya. Kedua, haram secara hukum. Bisa jadi sesuatu itu halal secara dzat, hanya saja cara memperolehnya tidak sesuai dengan syariat maka haram pula mengkonsumsinya. Misalnya, buah-buahan hasil curian, uang hasil korupsi, uang hasil judi dan lain-lain. Allah Subhanahu wa ta'ala mengharamkan kedua jenis harta di atas.
Abu Mas’ud Al-Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam melarang menerima bayaran jual-beli anjing, bayaran zina dan bayaran praktek perdukunan (sihir).”(HR Bukhari Muslim)
Hadis ini bisa menjadi landasan keharaman suatu harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar.
Lantas bolehkah kita bersedekah dengan harta yang diperoleh dengan cara tersebut? Tentang hal ini, Allah Subhanahu wa ta'ala menjelaskannya dalam Al-Qur'an:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡفِقُوۡا مِنۡ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّاۤ اَخۡرَجۡنَا لَـكُمۡ مِّنَ الۡاَرۡضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الۡخَبِيۡثَ مِنۡهُ تُنۡفِقُوۡنَ وَلَسۡتُمۡ بِاٰخِذِيۡهِ اِلَّاۤ اَنۡ تُغۡمِضُوۡا فِيۡهِؕ وَاعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰهَ غَنِىٌّ حَمِيۡدٌ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (QS. Al-Baqarah:267)
Kemudian hadis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima sholat tanpa bersuci dan sedekah dari hasil korupsi (ghulul).” (HR An-Nasa’i)
Berdasarkan ayat dan hadis di atas, Allah Subhanahu wa ta'ala tidak menerima sedekah harta yang diperoleh melalui cara yang tidak benar. Allah ta'ala hanya akan menerima sedekah harta yang berasal dari sumber yang halal.
Halo Tribun Lampung. Saya pembaca setiamu. Saya ingin tanya apa hukumnya meminjami uang orang lain yang didapat dari hasil berjudi tapi punya niat ingin mengembalikannya? Terima kasih.
Pengirim: +6285669648xxx
Sebaiknya tidak usah meminjam uang dari sumber yang tidak jelas (hasil judi). Karena itu batil atau dilarang agama. Lebih baik meminjam di bank syariah yang sudah jelas sumbernya dan tidak ada riba.
H Mawardi ASKetua MUI Lampung (reny)
Sedekah merupakan amalan yang dianjurkan bagi umat muslim karena memiliki banyak keutamaan dan manfaat yang bisa didapatkan. Sedekah sendiri memiliki arti yaitu menginfakan sebagian harta di jalan Allah dengan niat ikhlas dan tidak mengharap imbalan apapun melainkan hanya untuk beribadah kepada Allah melalui harta yang dimiliki. Kata sedekah diambil dari bahasa arab yaitu “Shodaqoh” berasal dari kata “Sidiq” yang merupakan kebenaran.
Sedekah dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Terdapat jenis-jenis sedekah yaitu, sedekah untuk anak yatim, menyumbang pembangunan masjid, memberikan bantuan kepada yang kurang mampu, membantu kerabat, memberi makan hewan, dan masih banyak lagi. Selain itu, sedekah juga memiliki banyak keutamaan dan manfaat diantaranya adalah:
Umat Islam senantiasa diberikan berbagai keistimewaan agar berkesempatan untuk bertaubat dan menghapus dosa-dosanya dengan cara yang diridhoi Allah SWT. Salah satunya dengan sedekah. Rasulullah SAW pernah bersabda “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air itu memadamkan api.” (HR. At-Tirmidzi).
Allah SWT akan memberikan pahala yang banyak bagi orang yang bersedekah. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al Hadid: 18).
Jika melakukan sedekah harta terlihat berkurang, namun kekurangan tersebut akan ditutup dengan pahala di sisi Allah SWT dan akan terus bertambah kelipatannya menjadi lebih banyak. Hal ini merupakan janji Allah yang yang disebutkan dalam surat Saba “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).
Dengan merasakan penderitaan orang lain, akan muncul rasa peduli. Hal inilah yang membuat hati menjadi lembut. Rasulullah SAW bersabda, "Jika kamu ingin melembutkan hatimu, berilah makan fakir miskin dan belailah kepala anak yatim." (HR. Ahmad).
Orang yang bersedekah dengan ikhlas akan memperoleh syafaat pada hari kiamat kelak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, “Seseorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, dia menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (H.R. Bukhari).
Yang perlu juga untuk diketahui, ialah sedekah harus menggunakan uang yang halal. Karena sedekah merupakan amalan yang sangat mulia, dan mendapat pahala jika dikerjakan maka harus dilakukan dengan cara yang baik serta mulia pula. Akan tetapi, bagaimana jika bersedekah menggunakan uang haram? misalnya seperti menggunakan uang hasil berjudi. Bersedekah dengan uang judi diibaratkan seperti mencuci kain dengan air kencing, bukannya bersih malah bertambah kotor. Hal ini karena uang hasil judi merupakan uang haram dan tidak boleh digunakan.
Yuk cari tahu mengenai hal tersebut di Podcast Ustadz Zacky Mirza. Kali ini, ia akan membahas tentang “Main Judi Tapi Sedekah, Nah Hukum Dalam Islam Bagaimana” Yuk dengerin dan jangan sampai ketinggalan! Kalian bisa mendengarnya di Audio+ bagian dari RCTI+ pada Jum’at 21 April 2023 pukul 17.00 WIB. Jangan lupa juga untuk download aplikasi RCTI+ hanya di App Store dan Google Play Store ya!
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Dengan demikian, uang yang dihasilkan dari judi online adalah haram.
Barang haram sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Sa’duddin At-Taftazani (wafat 793 H) terbagi menjadi dua bagian, yaitu: (1) haram karena esensinya (dzatiyah), seperti bangkai dan khamar; dan (2) haram karena faktor lain, seperti harta orang lain yang didapatkan dengan cara yang haram.
Faktor kedua ini, barangnya merupakan barang halal, hanya saja karena didapatkan dengan cara yang haram, maka menjadikannya sebagai barang haram pula. Keharamannya juga karena disebabkan barang tersebut bukan menjadi miliknya, namun tetap menjadi milik pemilik aslinya. Karenanya ia tidak boleh menggunakannya untuk makan dan lainnya.
Pembahasan tentang hukum riba di bank tidak dijumpai dalam buku fikih klasik. Karena ketika buku itu ditulis, bank-bank konvensional seperti sekarang belum ada. Untuk memahami berbagai masalah seputar bank, kita perlu merujuk kepada penjelasan ulama kontemporer, yang sempat menjumpai praktik perbankkan. Nah, hukum sedekah uang riba atau bunga bank ini bagaimana? akan kita ulas dalam artikel ini.
Konsekuensi dari Sedekah dengan Uang Haram
Melakukan sedekah dengan uang yang diperoleh secara haram memiliki beberapa konsekuensi serius:
Definisi Sedekah dan Uang Haram
Sedekah adalah pemberian atau infak yang diberikan kepada orang yang membutuhkan dengan niat ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah. Sedekah tidak terbatas pada harta saja, tetapi juga bisa berupa waktu, tenaga, atau ilmu.
Uang haram, di sisi lain, adalah uang yang diperoleh dari sumber yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Ini termasuk hasil dari riba, perjudian, korupsi, atau bisnis yang melibatkan barang haram seperti alkohol atau daging babi.
وَالثَّانِي مَا يَكُوْنُ مَنْشَأُ الْحُرْمَةِ غَيْرَ ذَلِكَ الْمَحَلِّ كَحُرْمَةِ أَكْلِ مَالِ الْغَيْرِ فَإِنَّهَا لَيْسَتْ لِنَفْسِ ذَلِكَ الْمَالِ بَلْ لِكَوْنِهِ مِلْكَ الْغَيْرِ
Artinya, “Kedua, yaitu barang yang penyebab haramnya selain esensi (barang) tersebut, seperti keharaman memakan harta orang lain, karena sesungguhnya (keharaman tersebut) bukan karena esensi barangnya, namun karena milik orang lain.” (At-Taftazani, Syarhut Talwih ‘alat Taudhih li Matnit Tanqih fi ushulil Fiqh, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 1996], juz II, halaman 263).
Karena harta haram masih menjadi milik pemiliknya yang asli, maka menggunakannya tidak diperbolehkan. Termasuk juga menggunakannya untuk membayar utang sebagaimana kasus-kasus yang umum terjadi saat ini, yang mana hasil judi online digunakan untuk membayar utang.
Tidak hanya itu, semua akad atau transaksi yang dilakukan dengan cara yang rusak (fasid), hasilnya pun tidak halal, sehingga orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak boleh menggunakan barang yang diraih dari transaksi yang cacat tersebut. Bahkan ia wajib mengembalikan uang yang didapatkan kepada pemilik aslinya. Berkaitan hal ini, Imam Syihabuddin Ar-Ramli (wafat 957 H) dalam kitabnya mengatakan: